CERMIN KEHIDUPAN


          Cobalah sejenak luangkan waktu untuk instropeksi diri. Coba kita tinggalkan sejenak beban pekerjaan kita. Taruh sebentar  semua masalah kehidupan kita. Dan mari kita 'flashback'  ke belakang. Sampai saat ini, apakah yang sudah kita perbuat, apakah yang sudah kita lakukan sesuai dengan tujuan hidup kita, apakah selama ini kia sudah bermanfaat bagi sesama, apakah kita memiliki andil dalam setiap kegiatan, atau apakah orang-orang di sekitar kita merasa bahagia dengan kita. Tentunya sangat bangga bila kita bisa membuat orang lain di sekitar kita bahagia. Dan sangat tidak mengenakkan bila kehadiran kita justru membuat orang lain merasa tidak nyaman.
         Sebenarnya banyak sekali cermin kehidupan yang bisa kita jadikan alat ukur kita. Yang bisa kita jadikan patokan jadi seperti apa kita kelak. Sebagai perumpamaan, coba deh kita keluar rumah, kita susuri jalan yang ada di sekitar rumah anda. Dan perhatikan apa yang anda lihat. Pasti banyak sekali kamu temui orang-orang dengan berbagai aktivitas yang menyibukkanya. Ada seorang ibu yang dengan kuat mengendong jamu daganganya, Ada juda pengemis dengan anaknya dengan pakaian kumal , ada juga Bapak tua penjual baso keliling yang tak pernah lelah mendorong gerobaknya, atau Ada juga seorang bapak tua yang dengan teliti memilah sampah untuk ia jual lagi. Itu baru di sekitar kita, di luaran sana masih banyak sekali manusia dengan berbagai kegiatan yang meyibukkannya.
         Jika di suruh milih, apakah anda mau jadi bapak tua penjual baso terebut, atau apakah anda mau jadi bapak tua yang memungut sampah tadi. Atau mau jadi ibu penjual jamu tadi atau jadi penemis ? Sudah pasti jawabanya TIDAK. Kita pasti menginginkan masa tua kita menyenangkan. Bermain dengan cucu, atau sekedar santai dirumah menikmati jerih payahnya dulu. Tetapi mereka, di usia mereka yang sudah mulai menua. Mereka di paksa untuk bekerja hanya untuk menyambung hidup mereka.  Dengan tangan yang tak lagi sekuat dulu, dengan penglihatan yang mulai kabur, dengan tenaga yang mulai lemah.Mereka terus bekeja membanting tulang demi kelangsungan hidup mereka.
        
             Pagi itu, ketika saya berangkat kerja, dari kejauhan saya melihat seorang bapak tua sedang merapikan lapak nasi uduknya. Gerobak hijau kuning yang sedikit agak 'reot' dengan tiga kursi plastiknya. Memang lapak ini tidak selalu buka. Berhubung saya belum sarapan, saya mampir deh ke lapak bapak tersebut. Baru saya pesen, gak lama kemudian datang beberapa pembeli lain.
 "Banyak juga yaa yang beli disini, udah langganan kali yaa," kataku dalam hati.
"Lauknya apa mas ?" begitu tanya bapak tersebut.
"Pke telur aja pak sama gorengan dua", begitu sahutku.
Dengan cekatan bapak tua tersebut melayani para pembeli dengan baik. Saat itu pula, saya lihat raut muka bapak tersebut. Dalam hati saya muncul pertanyaan. Apakah kelak aku jika seusia beliau aku harus tetap bekerja, apakah aku harus bersusah payah mencari uang. Ingat, masa tua adalah masa dimana kita mulai menikmati jerih payah usaha kita di masa muda.
        
 Ada peribahasa mengatakan, Bersusah susah dahulu bersenang senang kemudian. Kalo kita pengen seneng di masa tua, berarti masa muda kita, kita gunakan sebaik mungkin. Karna apa yang kita tanam itulah yang akan kita petik. Kita sekarang adalah hasil dari apa yang kita kerjakan dulu. Dan apa yang kita kerjakan sekarang akan menentukan kamu kelak di masa yang akan datang. 
                 Masa muda adalah masa dimana kita harus berjuang semaksimal mumgkin. Ambil peluang yang ada. Bekerja sebaik mungkin. Manfaatkan waktu dengan bijak. Berprestasilah. Agar kelak kamu bisa menceritakan pada anak anak kalian. Bahwa anak anak kalian punya orang tua yang hebat. Itulah beberapa cermin kehidupan yang ada di sekitar kita. Jika kamu merasa Tuhan tidak adil, maka keluarlah dan BERCERMINLAH.
Jakarta, 7 Maret 2015


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTI KESUKSESAN

TAKWA

QIYAMUL LAIL